Trawlmediaindonesia.id
Malut- Banjir bandang yang menerjang Desa Wayaloar dan Desa Soligi, Kecamatan Obi Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan, Jumat (13/6), bukan hanya meninggalkan jejak kerusakan dan pengungsian — tapi juga merenggut nyawa. Seorang warga Desa Wayaloar dilaporkan tewas tragis setelah terseret derasnya arus saat berusaha menyelamatkan dirinya.
Peristiwa ini menambah panjang daftar penderitaan rakyat yang selama bertahun-tahun hidup di bawah bayang-bayang eksploitasi lingkungan oleh industri tambang, khususnya PT Harita Group, yang menguasai konsesi besar di kawasan tersebut.
“Ini bukan sekadar musibah. Ini kejahatan ekologis yang terus dibiarkan terjadi , dan kali ini, nyawa manusia jadi taruhannya,” tegas Heimer Totononu, Koordinator Mahasiswa Maluku Utara LMR-RI.
Heimer menyoroti bahwa banjir bukan lagi kejadian alamiah semata. Sejak PT Harita Group melakukan pembukaan lahan besar-besaran dan menggunduli kawasan perbukitan, siklus air terganggu total. Sungai menjadi dangkal oleh lumpur tambang, daerah tangkapan air rusak, dan tidak ada sistem drainase ekologis yang mampu menahan curah hujan alami.
“Setiap tetes hujan kini membawa ancaman. Sebab bukit-bukit sudah gundul, dan tanah-tanah sudah tak bisa menyerap air. Siapa yang membuat semua itu? Korporasi. Dan siapa yang membiarkan? Negara,” lanjut Heimer Totononu