• Jelajahi

    Copyright © Trawlmediaindonesia
    Best Viral Premium Blogger Templates
    https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIBqT-OUa9jEiq7Y9uWvEHU21SukZMSTRfLaLx0KdplJ_yfjH-i7OPr8bce05ALbCWpWjujNUD4MVagpNnbneabAIH3qHmMkP-uGzdd_my4I7drwKvgG1F_ZM7b6R7CieebuQjCxQJ8TI3mYiVWyF-TSJ7KX9lE3xDHHZlwljYMKhxPV41s9zoOtqn0Tk/s1350/1001703115.png"

    Di nilai langgar privasi warga, Komisi III DPR RI tolak usulan pemblokiran rekening pasif

    trawlmediaindonesia
    8/03/2025, 11:52 WIB Last Updated 2025-08-03T04:52:44Z



    Trawlmediaindonesia.id

    Jakarta- Rencana Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk melakukan pemblokiran terhadap rekening bank tidak aktif (rekening pasif) menuai penolakan tegas dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), khususnya Komisi III yang membidangi hukum, hak asasi manusia, dan keamanan.(2/8). 


    Kebijakan yang diusulkan oleh PPATK tersebut dianggap terlalu jauh menyentuh ranah privat warga negara, serta berpotensi melanggar prinsip-prinsip kebebasan kepemilikan dan pengelolaan aset pribadi yang dijamin oleh undang-undang.


    Anggota Komisi III DPR RI menegaskan bahwa rekening bank, meskipun tidak aktif secara transaksional, tetap merupakan hak milik pribadi yang dilindungi oleh hukum. Pemblokiran sepihak tanpa proses hukum yang jelas dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk dalam pengelolaan sistem keuangan nasional.


    “PPATK memang memiliki mandat dalam memantau transaksi mencurigakan terkait tindak pidana pencucian uang, namun jika sampai melakukan pemblokiran terhadap rekening yang tidak digunakan, itu sudah masuk ke area privasi warga,” ujar salah satu anggota Komisi III dalam rapat kerja tertutup, Jumat (1/8/2025).


    Menurut DPR, langkah pemblokiran yang didasarkan hanya pada status “tidak aktif” atau “nganggur” secara administratif tidak bisa dijadikan dasar hukum yang sah untuk membatasi akses individu terhadap rekening miliknya sendiri.


    DPR juga menyoroti potensi pelampauan kewenangan lembaga intelijen keuangan tersebut, yang seharusnya hanya bersifat koordinatif dan analitis, bukan eksekutorial.

    “Fungsi PPATK bukan eksekutor. Kalau ada dugaan tindak pidana, seharusnya diserahkan ke aparat penegak hukum. Tidak bisa langsung main blokir, apalagi jika tidak ada indikasi kriminal,” tegasnya.


    Sejumlah ahli hukum keuangan yang dimintai pendapat juga menyatakan bahwa pemblokiran rekening pribadi harus melalui proses hukum dan persetujuan pengadilan, kecuali dalam situasi tertentu seperti pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU), terorisme, atau korupsi.


    Usulan pemblokiran rekening “tidur” atau pasif oleh PPATK pun dinilai terlalu luas dan tidak proporsional, karena rekening pasif tidak serta merta menandakan adanya niat jahat atau penyalahgunaan.


    DPR mendesak agar PPATK bersama Bank Indonesia dan OJK menyusun regulasi yang lebih jelas, transparan, dan berbasis prinsip kehati-hatian, sebelum menjalankan langkah strategis semacam ini.


    “Kami tidak menolak pengawasan keuangan, tetapi harus ada batas yang jelas antara upaya pemberantasan kejahatan finansial dan perlindungan hak konstitusional warga negara,” tegas Komisi III.


    Diketahui, wacana pemblokiran rekening pasif ini muncul dalam rangka efisiensi sistem keuangan nasional dan pencegahan penyalahgunaan rekening untuk aktivitas ilegal, seperti money mule, penipuan daring, dan praktik pencucian uang.


    (Ohet) 

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini